Senin, 20 Mei 2013

Potensi, Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Mangrove Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan

by Nawir 
POTENSI
Keadaan Umum Lokasi Pengembangan Mangrove
Kabupaten Sinjai secara geografis terletak antara 50° 119’ 50’’ Lintang Selatan (LS) sampai 5° 36’ 47’’ dan antara 119° 48’ 30’’ Bujur Timur (BT) sampai 120° 10’ 00’’ Bujur Timur(BT). Total luas wilayahnya sekitar 819,96 Km2 dengan panjang garis pantai sekitar 24 Km berada di wilayah Teluk Bone. 15% dari luas wilayah tersebut adalah dataran rendah yang ditumbuhi hutan mangrove 1.157 Ha.
Wilayah pesisir pantai yang di tumbuhi mangrove terdapat di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Sinjai Utara, Kecamatan Sinjai Timur dan Kecamatan Tellu Limpoe.

























Kondisi Pantai
Pantai di wilayah kabupaten Sinjai dapat dikategorikan kedalam dua tipe yakni pantai berpasir dan pantai berlumpur.  Pantai berpasir di dominasi pasir abu-abu dan sedikit pasir hitam, sedangkan pantai berlumpur banyak mengandung humus hasil sedimentasi dan pengendapan dari dua aliran sungai  disamping endapan Lumpur yang berasal dari laut. Jenis tanah pada pantai Kabupaten Sinjai secara umum dapat dilihat pada tabel  di bawah ini :
Tabel  1.  Jenis Tanah  pada Pantai Kabupaten Sinjai
No
Kecamatan
Desa/Kel.
Jenis Tanah
Ket.
1
Sinjai Utara
Lappa dan Balangnipa
-Typic Tropopsamment
-Typic Tropofluvent
Mendominasi

2
Sinjai Timur
Samataring
-Typic Tropopsamment
-Typic Tropofluvent
-Halic Hydraquent
-Halic Sulfaguent
Mendominasi

Kurang
Tongke-Tongke
-Halic Sulfaguent
-Halic Hydraquent
Mendominasi

Panaikang
-Typic Tropopsamment
-Typic Tropofluvent
-Halic Hydraquent
-Halic Sulfaguent
Mendominasi

Kurang
Pasimarannu dan Sanjai
-Typic Tropopsamment
-Typic Tropofluvent
Mendominasi

3
Tellu Limpoe
Bua dan Pattongko
-Typic Tropopsamment
-Typic Tropofluvent
Mendominasi

Keterangan :
Berdasarkan klasifikasi USDA Soil Taxonomy Halic Hydraquent  adalah tanah berlumpur belum matang pH tanah lebih dari 5,5, Halic Sulfaquent adalah tanah berlumpur muda pH 7 (Buringh dalam Soerianegara, 1971; Soemodihardjo dalam Soegiarto, 1985)




Kondisi Tanah pada Pantai Berpasir
Kondisi Tanah pada Pantai Berlumpur











Kondisi Masyarakat Pesisir Pantai
Mata pencaharian masyarakat di wilayah pesisir  pantai kabupaten Sinjai pada umumnya di kelompokkan menjadi :
1.      Masyarakat Nelayan
Mata pencaharian masyarakat nelayan/perikanan merupakan mata pencaharian yang dominan di wilayah pesisir.  Umumnya bersifat musiman, sekalipun merupakan mata pencaharian utama.  Pada musim barat nelayan sepanjang pantai Sinjai terhambat melaut, tidak saja akibat cuaca yang buruk dan gelombang relatif besar akan tetapi juga hasil tangkapan yang tidak memadai.
Umumnya masyarakat nelayan ini bersifat tradisional yang mengoperasikan alat tangkap sederhana, tanpa atau dengan motor (Artisanal Fisheries).  Wilayah operasi mereka terbatas di sekitar perairan pesisir dan sedikit yang berani kelaut terbuka.
2.      Masyarakat Petani-Nelayan
Masyarakat petani-nelayan, memiliki pemukiman yang menetap. Kegiatan pertanian dijadikan sebagai mata pencaharaian kedua, pada saat musim di laut tidak memungkinkan para nelayan pergi kelaut, mereka melakukan aktifitas daratan berupa pertanian, perkebunan atau menjadi buruh tani dan bangunan.
Pada musim panen padi misalnya, tidak jarang masyarakat petani sawah mendapat bantuan dari masyarakat nelayan dengan imbalan sebagian dari hasil panen.
3.      Masyarakat Petani
Perkampungan masyarakat pertanian wilayah peisir terletak lebih jauh kearah darat.  Kegiatan budidaya perkebunan dan lahan sawah mendominasi kegiatan mereka.  Mata pencaharian tambahan dari masyarakat tersebut umumnya dari eksploitasi sumberdaya alam lainnya seperti mencari kepiting, udang, ikan, serta mengumpulkan bahan makanan atau bangunan dari hutan mangrove.
4.      Masyarakat Pedagang
Masyarakat pedagang, memiliki pemukiman yang menetap dan tidak menetap serta tergolong dalam jumlah kecil.  Umumnya masyarakat tersebut membeli hasil laut/hasil hutan mangrove seperti, ikan, udang, kepiting bakau, kerang, dan sebagainya, kemudian memasarkan ke daerah kota Sinjai serta ke kota Makassar.
5.      Masyarakat Pegawai

Masyarakat Pegawai tergolong masyarakat yang jumlahnya paling sedikit.  Umumnya masyarakat tersebut bekerja pada instansi pemerintah dan swasta yang ada di wilayah  pesisir pantai. 

Jenis dan Luas Mangrove Sinjai
Mangrove yang dikembangkan di Kabupaten Sinjai didominasi oleh jenis bakau (Rhyzopora sp), Api-api (Avicenia sp) dan sedikit tancang (Brugeira sp), jenis Mangrove Kabupaten Sinjai dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Mangrove Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan yang terinvetarisasi.

No.
Spesies Mangrove
Nama Daerah
Family
1
Aegiceras corniculatum
Otti-otti
Myrsinaceae
2
Avicennia alba.
Api-api
Avicenniaceae
3
Avicennia marina.
Api-api
Avicenniaceae
4
Avicennia officinalis
Api-api
Avicenniaceae
5
Bruguiera cylindrica
Bakko Panda
Rhizophoraceae
6
Bruguiera gymnorrhiza
Bakko Panda
Rhizophoraceae
7
Ceriop sp.
Cokke
Rhizophoraceae
8
Nypa fructicans
Nipa
Palmae
9
Rhyzophora mucronata
Bakko / Bakau
Rhizophoraceae
10
Rhyzophora apiculata
Bakko / Bakau
Rhizophoraceae
11
Sonneratia alba
Padada
Sonneratiaceae
12
Sonneratia caseolaris
Padada
Sonneratiaceae
13
Hibiscus tiliaceus
Haru
Malvaceae
14
Pandanus tectorius
Pandan
Pandanaceae
15
Terminalia catappa
Ketapang
Comretaceae
Sumber  :  Dinas Perkebunan dan Kehutanan Sinjai, 2005
Dari sekian banyak mangrove yang ada di Kabupaten Sinjai masih terdapat jenis flora (Mangrove) yang belum diinventarisasi. Sedangkan fauna yang hidup adalah fauna arboreal seperti serangga, ular pohon, kelelawar, burung bangau , burung belibis dan fauna lautan seperti ikan, kepiting bakau, udang serta jenis fauna peralihan yang belum terinventarisasi.
Penyebaran luas hutan mangrove Kabupaten Sinjai yang telah ada sampai tahun 2011 sebagai berikut :

Tabel 3. Penyebaran luas hutan Mangrove Sinjai.
No
Nama Lokasi (Desa/Kel.)
Lingkungan / dusun
Luas (Ha)
Umur (Thn)
Tahun
Tanam
1.
Lappa
Lappa, Larea-rea, TappeE dan Talibunging
255
1 -30
1981 – 2011
2.
Balangnipa
Tokinjong, Batu-Batue, Tekolampe
81
2 - 25
1982 – 2010
3.
Samataring
Batu Lappa, Tui, Pangasa, Mangara Bombang
327
1 - 31
1980 – 2011
4.
Tongke-Tongke
Cempae, BentengE, Babana
227
1 - 29
1982 – 2011
5.
Panaikang
Maroanging, Baringeng, Karosi
106
1 - 24
1987 – 2011
6.
Pasimarannu
Passahakue, Marana
35
2 - 24
1987 – 2010
7.
Sanjai
Takalalla, Bisokeng, Ujung Kupang, Jahung-Jahung dan Kahu-Kahu
63
2 - 26
1985 – 2010
8.
Bua
Batang, Toboe
53
2 - 15
2006 - 2010
9.
Pattongko
Pakka
10
1 - 5
2006 - 2010
J U M L A H
1.157
-
-

  Sumber  :  Dinas PKT Tahun 1999, Disbunhut 2013.

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN
Prinsip Pengelolaan dan Pemanfaatan
Berdasarkan peraturan  pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove yang ada. Maka pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove Kabupaten Sinjai diarahkan pada Prinsip Pembangunan  Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat.
Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam pengelolaan Hutan Mangrove adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987).
Secara garis besar konsep pembangunan berkelanjutan memiliki empat dimensi, yaitu:
a.      Dimensi Ekologis
b.      Dimensi Sosial-Ekonomi-Budaya
c.      Dimensi Sosial Politik
d.      Dimensi Hukum dan Kelembagaan
Prinsip Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat dimana masyarakat lokal ditempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya.
Kriteria Pengelolaan Berbasis Masyarakat
-      Persiapan, perencanaan dan monitoring oleh masyarakat
-      Komitmen dan rasa memiliki dari masyarakat
-      Penentuan isu dan prioritas oleh masyarakat
-      Manfaat/keuntungan bagi masyarakat
-      Mulai dari apa yang masyarakat miliki (SD, Lembaga, Dsb)
-      Keputusan diambil bersama
-      Perlunya rapat konsultasi
-      Informasi seimbang
-      Terbuka
Karakteristik Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat yang Sukses
-      Manfaat lebih besar dari harga yang harus dibayar/dibelikan
-      Merupakan kebutuhan bersama
-     Kelompok berbasis masyarakat melekat pada organisasi sosial atau pembaruan yang sudah ada.
-      Kelompok mempunyai kapasistas, kepemimpinan, pengetahuan dan kemampuan dalam mengelola tugasnya
-      Mempunyai aturan dan tata cara.
Kelebihan Pengelolaan Berbasis Masyarakat
-      Mampu mendorong pemerataan (equity) dalam pengelolaan sumberdaya pesisir
-      Mampu merefleksikan kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik
-      Mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat yang ada
-      Mampu meningkatkan efisiensi secara ekonomi dan ekologi
-      Responsif dan adaptif terhadap variasi sosial dan lingkungan sosial
-      Masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola sumberdaya secara berkelanjutan.
Model Pengelolaan dan Pemanfaatan
Beberapa model pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove yang telah dikembangkan adalah sebagai berikut :
A.   Wanamina (Sylvofishery)
Wanamina (Sylvofishery); Wana = Tanaman Mangrove dan Mina = Sumberdaya Ikan adalah pola perpaduan antara kegiatan budidaya perikanan dengan kegiatan dan kepentingan kehutanan dalam suatu wilayah dan waktu yang sama.  Wanamina merupakan pola pendekatan teknis yang berusaha mengatasi permasalahan kelestarian hutan mangrove dan kesejehteraan masyarakat. 

Tipe wanamina yang telah dikembangkan di Sinjai saat ini adalah pola empang parit dan pola komplangan.  Wanamina dapat dikembangkan di zona pemanfaatan atau daerah yang akan di rehabilitasi, sedangkan kawasan yang mengedepankan keaslian ekosistem atau zona penyangga tidak dapat diganggu hanya untuk tempat areal penangkapan fauna laut.


Skema Pendekatan  Wanamina (Syilvofishery)
pola empang parit.
Sketsa empang parit 
B. Pemeliharaan Kepiting Bakau Dalam Kurung Tancap
Pemeliharaan Kepting Bakau dalam Kurung Tancap di Ekosistem Mangrove merupakan
-      Modifikasi wanamina pola empang parit.
-      Pembesaran kepiting bakau dilakukan dalam kurungan tancap dari bambu berukuran 10 x 10 m
-      Bibit Kepiting dapat diperoleh dari perairan sekitar ekosistem mangrove
-      Padat penebarang 350 ekor kepiting/kurungan
-      Pakan berupa ikan rucah
-      Dipelihara selama 3 Bulan



C. Obyek Wisata (Ekotourisme)
Pengembangan wisata merupakan cara yang dianggap sangat baik untuk mendatangkan keuntungan ekonomi di kawasan yang masih berkembang, dengan menyediakan kesempatan kerja, pengembangan pasar, dan perbaikan sarana dan prasarana. 
Daya tarik wilayah pesisir Kabupaten Sinjai adalah hutan mangrove dengan kekayaan jenis binatang air laut, burung-burung laut dan ribuan kelelawar. Disamping itu masih dapat dijumpai keindahan pemandangan bawah air berupa terumbuh karang dan keindahan pemandangan pulau sembilan.
Namun demikian mengingat keindahan dan keaslian merupakan modal utama maka pengembangan wisata mangrove harus melalui perencanaan yang matang dan terpadu termasuk diantaranya penilaian terhadap sumber daya yang tepat untuk pariwisata, perkiraan berbagai dampak terhadap lingkungan di sekitarnya, dan pemaduserasian terhadap tata ruang yang ada.

D. Pengelolaan Sumber Benih dan Bibit Mangrove
Tegakan mangrove Kabupaten Sinjai telah mencapai umur 31 tahun yang berarti memiliki potensi untuk dijadikan sumber benih. Dengan kerapatan 0,5 x 0,5 M dan 1 x 1 M potensi benih yang dapat diperoleh 200.000 – 400.000 batang per hektar.  Benih mangrove yang dominan di Kabupaten Sinjai adalah benih bakau (Rhyzophora sp), Api – api (Avicennia sp), tanjang (Bruguiera gymnorrhiz), dan Pedada (Sonneratia sp)

Sistem pemanfaatan dan pengelolaan hasil ikutan hutan non kayu berupa benih dan bibit mangrove dikelolah oleh kelembagaan kelompok tani bakau atau Kelompok Pelestari Sumberdaya Alam (KPSA). Kelompok tani bakau Sinjai mensuplay benih dan bibit mangrove baik permitaan dari dalam daerah maupun luar daerah Kabupaten Sinjai.


F. Pemanfaatan Sebagai Hutan Pendidikan.
Ekosistem pantai dapat dimanfaatkan menjadi sarana pendidikan sebagai pusat informasi dan penelitian.  Hal ini terbukti dari sekian banyak rombongan studi banding, peneliti, lembaga pemerhati lingkungan baik dari dalam maupun dari luar negeri datang ke kawasan hutan mangrove Kabupaten Sinjai.
Dengan pengelolaan yang profesional dapat memacu keikutsertaan masyarakat dalam usaha pelestarian lingkungan khususnya di kawasan pesisir pantai.

G. Pemanfaatan Sumber Daya Non Kayu Mangrove.
Selain pemanfaatan kayu mangrove sebagai bahan bangunan, bahan baku pulp dan kertas, serta sumber energi (Kayu bakar dan arang), bagian dari pohon mangrove (Kulit, akar, buah, biji, getah, dan daun) sangat potensial sebagai penghasil tanin, bahan baku obat-obatan, sumber makanan, dan penghasil madu.
Beberapa jenis pemanfaatan sumber daya non kayu mangrove adalah sebagai berikut:
1.      Kulit Kayu mangrove sebagai bahan tanin
Tanin adalah senyawa fenolik yang terdapat pada pohon yang terkonsentrasi pada kayu teras dan kulit.  Tanin dapat digunakan sebagai bahan penyamak produk kulit (sepatu, tas, jaket, jok), bahan pencelup pakaian, bahan pencelup jaring ikan, bahan perekat untuk kayu lapis (Plywood) dan pengawet alami (Fungisida).  Tani dapat diperoleh dengan cara mengekstrak kulit kayu mangrove dengan air atau pelarut polar lainnya.
2.      Mangrove sebagai bahan obat-obatan dan bahan makanan
Bagian kayu, akar, kulit, daun, buah, biji, getah secara tradisional digunakan sebagai obat-obatan, bahan makanan dan campuran kosmetik serta. Beberapa contoh pemanfaatannya sebagai berikut :

Bagian Mangrove
Penggunaannya
Kulit R. Mucronata
Menghentikan pendarahan
Daun R. Mucronata
Obat Diare
Air Rebusan Ceriops tagal
Antiseptik untuk luka
Kulit dan akar Avicennia
Meningkatkan nafsu sexual
Abu Kayu Avicennia
-Di India Sebagai bahan  Campuran Sabun
-Di Philipina bahan untuk Filtrasi air laut menjadi garam
Nypha
Daunnya Bahan Atap rumah
Nirahnya Bahan Arak
Buah B. Gymnorhiza dan Sonneratia
-Di Bali sebagai lauk nasi (Urap), baik untuk ibu hamil dan digunakan sebagai campuran kue
-Di Sul-Sel sebagi campuran nasi (Nasi Cokke)
Buah Sonneratia
-Di Bali dibuat rujak dan dikenal sebagai rujak pedada
Bunga Sonneratia
Pengahsil Madu Kualitas baik
Daun Hibiscus (waru laut)
Perawatan rambut
Daun Pandanus
Bahan Minyak wangi
Sumber : Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS (Jurusan THH FAK. kehutanan IPB)

Informasi mengenai jenis-jenis resep makanan alternatif berbahan baku tanaman mangrove dapat diakses pada Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove – LPP Mangrove (YAYASAN MANGROVE) Jl. Pancoran Indah III/4 Jakarta, 12780 Telp (021) 7987339. Sejak Tahun 1999 LPP Mangrove telah mempublikasikan Resep Jenis-Jenis makanan alternatif Berbahan Baku Mangrove seperti bukunya yang dipublikasikan pada tahun 2005 yang berjudul resep makanan berbahan baku mangrove dan pemanfaatan nipah.
Hutan Mangrove merupakan suatu ekosistem yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan di muka bumi ini.  Untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove serta menjaga kesinambungan sumber daya tersebut diperlukan suatu perencanaan yang terpadu dan holistik dengan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat.  Oleh karena itu, menjadi kewajiban kita untuk melestarikannya demi kepentingan kita bersama di masa sekarang maupun pada masa-masa yang akan datang.
Informasi data potensi hutan mangrove Kabupaten Sinjai, informasi keberhasilan masyarakat Kabupaten Sinjai dalam pengembangan mangrove secara swadaya dan informasi pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove yang ada dan akan dikembangkan di Kabupaten Sinjai dapat menjadi bahan perbandingan oleh kelompok masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pemerintah, Lembaga pendidikan, serta pihak lain yang terkait dalam kegiatan rehabilitasi pantai melalui pengembangan hutan mangrove berkelanjutan dan berbasis masyarakat.
Alam ini adalah karunia Allah SWT, tanah yang subur, hutan yang menghijau, kicau burung dan air jernih yang mengalir adalah sesuatu yang patut kita syukuri.  Bila semua itu rusak maka manusia yang menjadi penyebabnya dan manusia itu pula yang merasakan akibatnya.  Semoga kita semua bukan termasuk golongan penrusak, Save Our Mangrove. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat.  Salam RIMBA Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

2 komentar:

  1. Tulisan yang bermanfaat...kedepannya akan lebih banyak lagi tulisan tentang potensi mangrove sulawesi selatan

    BalasHapus