by Nawir
POTENSI
Keadaan Umum Lokasi Pengembangan Mangrove
Kabupaten Sinjai
secara geografis terletak antara 50° 119’ 50’’ Lintang Selatan (LS) sampai 5° 36’ 47’’ dan antara 119° 48’ 30’’ Bujur Timur (BT) sampai 120° 10’ 00’’ Bujur Timur(BT). Total luas
wilayahnya sekitar 819,96 Km2 dengan panjang garis pantai sekitar 24 Km berada
di wilayah Teluk Bone. 15% dari luas wilayah tersebut adalah dataran rendah
yang ditumbuhi hutan mangrove 1.157 Ha.
Pantai di wilayah
kabupaten Sinjai dapat dikategorikan kedalam dua tipe yakni pantai berpasir dan
pantai berlumpur. Pantai berpasir di
dominasi pasir abu-abu dan sedikit pasir hitam, sedangkan pantai berlumpur
banyak mengandung humus hasil sedimentasi dan pengendapan dari dua aliran
sungai disamping endapan Lumpur yang
berasal dari laut. Jenis tanah pada pantai Kabupaten Sinjai secara umum dapat
dilihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 1.
Jenis Tanah pada Pantai Kabupaten
Sinjai
No
|
Kecamatan
|
Desa/Kel.
|
Jenis Tanah
|
Ket.
|
1
|
Sinjai Utara
|
Lappa dan Balangnipa
|
-Typic Tropopsamment
-Typic Tropofluvent
|
Mendominasi
|
2
|
Sinjai Timur
|
Samataring
|
-Typic Tropopsamment
-Typic Tropofluvent
-Halic Hydraquent
-Halic Sulfaguent
|
Mendominasi
Kurang
|
Tongke-Tongke
|
-Halic Sulfaguent
-Halic Hydraquent
|
Mendominasi
|
||
Panaikang
|
-Typic Tropopsamment
-Typic Tropofluvent
-Halic Hydraquent
-Halic Sulfaguent
|
Mendominasi
Kurang
|
||
Pasimarannu dan Sanjai
|
-Typic Tropopsamment
-Typic Tropofluvent
|
Mendominasi
|
||
3
|
Tellu Limpoe
|
Bua dan Pattongko
|
-Typic Tropopsamment
-Typic Tropofluvent
|
Mendominasi
|
Keterangan :
Berdasarkan klasifikasi USDA Soil Taxonomy Halic
Hydraquent adalah tanah berlumpur belum
matang pH tanah lebih dari 5,5, Halic Sulfaquent adalah tanah berlumpur muda pH
7 (Buringh dalam Soerianegara, 1971;
Soemodihardjo dalam Soegiarto, 1985)
Kondisi Masyarakat Pesisir Pantai
B. Pemeliharaan
Kepiting Bakau Dalam Kurung Tancap
F. Pemanfaatan Sebagai Hutan Pendidikan.
Kondisi Tanah pada Pantai Berpasir
|
Kondisi Tanah pada Pantai Berlumpur
|
Kondisi Masyarakat Pesisir Pantai
Mata pencaharian masyarakat di wilayah
pesisir pantai kabupaten Sinjai pada
umumnya di kelompokkan menjadi :
1.
Masyarakat
Nelayan
Mata pencaharian masyarakat
nelayan/perikanan merupakan mata pencaharian yang dominan di wilayah
pesisir. Umumnya bersifat musiman,
sekalipun merupakan mata pencaharian utama.
Pada musim barat nelayan sepanjang pantai Sinjai terhambat melaut, tidak
saja akibat cuaca yang buruk dan gelombang relatif besar akan tetapi juga hasil
tangkapan yang tidak memadai.
Umumnya masyarakat nelayan ini bersifat
tradisional yang mengoperasikan alat tangkap sederhana, tanpa atau dengan motor
(Artisanal Fisheries). Wilayah operasi mereka terbatas di sekitar
perairan pesisir dan sedikit yang berani kelaut terbuka.
2.
Masyarakat
Petani-Nelayan
Masyarakat petani-nelayan, memiliki
pemukiman yang menetap. Kegiatan pertanian dijadikan sebagai mata pencaharaian
kedua, pada saat musim di laut tidak memungkinkan para nelayan pergi kelaut,
mereka melakukan aktifitas daratan berupa pertanian, perkebunan atau menjadi
buruh tani dan bangunan.
Pada musim panen padi misalnya, tidak
jarang masyarakat petani sawah mendapat bantuan dari masyarakat nelayan dengan
imbalan sebagian dari hasil panen.
3.
Masyarakat
Petani
Perkampungan masyarakat pertanian wilayah
peisir terletak lebih jauh kearah darat.
Kegiatan budidaya perkebunan dan lahan sawah mendominasi kegiatan
mereka. Mata pencaharian tambahan dari
masyarakat tersebut umumnya dari eksploitasi sumberdaya alam lainnya seperti
mencari kepiting, udang, ikan, serta mengumpulkan bahan makanan atau bangunan
dari hutan mangrove.
4.
Masyarakat
Pedagang
Masyarakat pedagang, memiliki pemukiman
yang menetap dan tidak menetap serta tergolong dalam jumlah kecil. Umumnya masyarakat tersebut membeli hasil
laut/hasil hutan mangrove seperti, ikan, udang, kepiting bakau, kerang, dan
sebagainya, kemudian memasarkan ke daerah kota Sinjai serta ke kota Makassar.
5.
Masyarakat
Pegawai
Masyarakat Pegawai tergolong masyarakat
yang jumlahnya paling sedikit. Umumnya
masyarakat tersebut bekerja pada instansi pemerintah dan swasta yang ada di
wilayah pesisir pantai.
Jenis dan Luas Mangrove Sinjai
Mangrove yang dikembangkan di Kabupaten
Sinjai didominasi oleh jenis bakau (Rhyzopora
sp), Api-api (Avicenia sp) dan sedikit tancang (Brugeira sp), jenis Mangrove Kabupaten
Sinjai dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel
2. Mangrove Kabupaten Sinjai, Sulawesi
Selatan yang terinvetarisasi.
No.
|
Spesies Mangrove
|
Nama Daerah
|
Family
|
1
|
Aegiceras corniculatum
|
Otti-otti
|
Myrsinaceae
|
2
|
Avicennia alba.
|
Api-api
|
Avicenniaceae
|
3
|
Avicennia marina.
|
Api-api
|
Avicenniaceae
|
4
|
Avicennia officinalis
|
Api-api
|
Avicenniaceae
|
5
|
Bruguiera cylindrica
|
Bakko Panda
|
Rhizophoraceae
|
6
|
Bruguiera gymnorrhiza
|
Bakko Panda
|
Rhizophoraceae
|
7
|
Ceriop sp.
|
Cokke
|
Rhizophoraceae
|
8
|
Nypa fructicans
|
Nipa
|
Palmae
|
9
|
Rhyzophora mucronata
|
Bakko / Bakau
|
Rhizophoraceae
|
10
|
Rhyzophora apiculata
|
Bakko / Bakau
|
Rhizophoraceae
|
11
|
Sonneratia alba
|
Padada
|
Sonneratiaceae
|
12
|
Sonneratia caseolaris
|
Padada
|
Sonneratiaceae
|
13
|
Hibiscus tiliaceus
|
Haru
|
Malvaceae
|
14
|
Pandanus tectorius
|
Pandan
|
Pandanaceae
|
15
|
Terminalia catappa
|
Ketapang
|
Comretaceae
|
Sumber :
Dinas Perkebunan dan Kehutanan Sinjai, 2005
Dari sekian banyak mangrove yang ada di
Kabupaten Sinjai masih terdapat jenis flora (Mangrove) yang belum
diinventarisasi. Sedangkan fauna yang hidup adalah fauna arboreal seperti
serangga, ular pohon, kelelawar, burung bangau , burung belibis dan fauna
lautan seperti ikan, kepiting bakau, udang serta jenis fauna peralihan yang
belum terinventarisasi.
Penyebaran luas hutan mangrove Kabupaten
Sinjai yang telah ada sampai tahun 2011 sebagai berikut :
Tabel 3. Penyebaran luas hutan Mangrove Sinjai.
No
|
Nama Lokasi (Desa/Kel.)
|
Lingkungan / dusun
|
Luas (Ha)
|
Umur (Thn)
|
Tahun
Tanam
|
1.
|
Lappa
|
Lappa, Larea-rea, TappeE dan Talibunging
|
255
|
1 -30
|
1981 – 2011
|
2.
|
Balangnipa
|
Tokinjong, Batu-Batue, Tekolampe
|
81
|
2 - 25
|
1982 – 2010
|
3.
|
Samataring
|
Batu Lappa, Tui, Pangasa, Mangara Bombang
|
327
|
1 - 31
|
1980 – 2011
|
4.
|
Tongke-Tongke
|
Cempae, BentengE, Babana
|
227
|
1 - 29
|
1982 – 2011
|
5.
|
Panaikang
|
Maroanging, Baringeng, Karosi
|
106
|
1 - 24
|
1987 – 2011
|
6.
|
Pasimarannu
|
Passahakue, Marana
|
35
|
2 - 24
|
1987 – 2010
|
7.
|
Sanjai
|
Takalalla, Bisokeng, Ujung Kupang, Jahung-Jahung dan Kahu-Kahu
|
63
|
2 - 26
|
1985 – 2010
|
8.
|
Bua
|
Batang, Toboe
|
53
|
2 - 15
|
2006 - 2010
|
9.
|
Pattongko
|
Pakka
|
10
|
1 - 5
|
2006 - 2010
|
J U M L A H
|
1.157
|
-
|
-
|
Sumber : Dinas PKT Tahun 1999, Disbunhut 2013.
PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN
Prinsip
Pengelolaan dan Pemanfaatan
Berdasarkan peraturan
pengelolaan dan pelestarian hutan
mangrove yang ada. Maka pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove Kabupaten
Sinjai diarahkan pada Prinsip Pembangunan
Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat.
Prinsip Pembangunan
Berkelanjutan dalam pengelolaan Hutan Mangrove adalah pembangunan untuk
memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987).
Secara garis besar
konsep pembangunan berkelanjutan memiliki empat dimensi, yaitu:
a.
Dimensi
Ekologis
b.
Dimensi
Sosial-Ekonomi-Budaya
c.
Dimensi Sosial
Politik
d.
Dimensi Hukum
dan Kelembagaan
Prinsip
Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat
dimana masyarakat lokal ditempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses
pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya.
Kriteria Pengelolaan Berbasis Masyarakat
- Persiapan, perencanaan dan monitoring oleh masyarakat
-
Komitmen dan rasa memiliki dari masyarakat
-
Penentuan isu dan prioritas oleh masyarakat
- Manfaat/keuntungan bagi masyarakat
- Mulai dari apa yang masyarakat miliki (SD, Lembaga, Dsb)
- Keputusan diambil bersama
- Perlunya rapat konsultasi
- Informasi seimbang
- Terbuka
Karakteristik Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat yang
Sukses
- Manfaat lebih besar dari harga yang harus dibayar/dibelikan
- Merupakan kebutuhan bersama
- Kelompok berbasis masyarakat melekat pada organisasi sosial atau
pembaruan yang sudah ada.
-
Kelompok mempunyai kapasistas, kepemimpinan, pengetahuan dan kemampuan
dalam mengelola tugasnya
-
Mempunyai aturan dan tata cara.
Kelebihan Pengelolaan Berbasis Masyarakat
- Mampu mendorong pemerataan (equity) dalam pengelolaan sumberdaya
pesisir
- Mampu merefleksikan kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik
- Mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat
yang ada
-
Mampu meningkatkan efisiensi secara ekonomi dan ekologi
-
Responsif dan adaptif terhadap variasi sosial dan lingkungan sosial
-
Masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola sumberdaya secara
berkelanjutan.
Model Pengelolaan
dan Pemanfaatan
Beberapa model
pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove yang telah dikembangkan adalah
sebagai berikut :
A. Wanamina
(Sylvofishery)
Wanamina (Sylvofishery); Wana = Tanaman
Mangrove dan Mina = Sumberdaya Ikan adalah pola perpaduan antara kegiatan
budidaya perikanan dengan kegiatan dan kepentingan kehutanan dalam suatu
wilayah dan waktu yang sama. Wanamina merupakan pola pendekatan teknis
yang berusaha mengatasi permasalahan kelestarian hutan mangrove dan
kesejehteraan masyarakat.
Tipe wanamina yang
telah dikembangkan di Sinjai saat ini adalah pola empang parit dan pola
komplangan. Wanamina dapat dikembangkan
di zona pemanfaatan atau daerah yang akan di rehabilitasi, sedangkan kawasan
yang mengedepankan keaslian ekosistem atau zona penyangga tidak dapat diganggu
hanya untuk tempat areal penangkapan fauna laut.
Skema Pendekatan Wanamina (Syilvofishery)
pola empang parit.
|
Sketsa empang parit
|
Pemeliharaan Kepting Bakau dalam Kurung
Tancap di Ekosistem Mangrove merupakan
- Modifikasi wanamina pola empang parit.
- Pembesaran kepiting bakau dilakukan dalam kurungan tancap dari
bambu berukuran 10 x 10 m
- Bibit Kepiting dapat diperoleh dari perairan sekitar ekosistem
mangrove
- Padat penebarang 350 ekor kepiting/kurungan
- Pakan berupa ikan rucah
- Dipelihara selama 3 Bulan
C. Obyek
Wisata (Ekotourisme)
Pengembangan wisata merupakan cara yang
dianggap sangat baik untuk mendatangkan keuntungan ekonomi di kawasan yang
masih berkembang, dengan menyediakan kesempatan kerja, pengembangan pasar, dan
perbaikan sarana dan prasarana.
Daya tarik wilayah pesisir Kabupaten Sinjai
adalah hutan mangrove dengan kekayaan jenis binatang air laut, burung-burung
laut dan ribuan kelelawar. Disamping itu masih dapat dijumpai keindahan
pemandangan bawah air berupa terumbuh karang dan keindahan pemandangan pulau
sembilan.
Namun demikian mengingat keindahan dan
keaslian merupakan modal utama maka pengembangan wisata mangrove harus melalui
perencanaan yang matang dan terpadu termasuk diantaranya penilaian terhadap
sumber daya yang tepat untuk pariwisata, perkiraan berbagai dampak terhadap
lingkungan di sekitarnya, dan pemaduserasian terhadap tata ruang yang ada.
D. Pengelolaan
Sumber Benih dan Bibit Mangrove
Tegakan mangrove Kabupaten Sinjai telah
mencapai umur 31 tahun yang berarti memiliki potensi untuk dijadikan sumber
benih. Dengan kerapatan 0,5 x 0,5 M dan 1 x 1 M potensi benih yang dapat
diperoleh 200.000 – 400.000 batang per hektar.
Benih mangrove yang dominan di Kabupaten Sinjai adalah benih bakau (Rhyzophora sp), Api – api (Avicennia sp), tanjang (Bruguiera
gymnorrhiz), dan Pedada (Sonneratia sp)
Sistem pemanfaatan dan pengelolaan hasil
ikutan hutan non kayu berupa benih dan bibit mangrove dikelolah oleh
kelembagaan kelompok tani bakau atau Kelompok Pelestari Sumberdaya Alam (KPSA).
Kelompok tani bakau Sinjai mensuplay benih dan bibit mangrove baik permitaan dari
dalam daerah maupun luar daerah Kabupaten Sinjai.
Ekosistem pantai
dapat dimanfaatkan menjadi sarana pendidikan sebagai pusat informasi dan
penelitian. Hal ini terbukti dari sekian
banyak rombongan studi banding, peneliti, lembaga pemerhati lingkungan baik
dari dalam maupun dari luar negeri datang ke kawasan hutan mangrove Kabupaten
Sinjai.
Dengan pengelolaan
yang profesional dapat memacu keikutsertaan masyarakat dalam usaha pelestarian
lingkungan khususnya di kawasan pesisir pantai.
G. Pemanfaatan
Sumber Daya Non Kayu Mangrove.
Selain pemanfaatan kayu mangrove sebagai
bahan bangunan, bahan baku pulp dan kertas,
serta sumber energi (Kayu bakar dan arang), bagian dari pohon mangrove (Kulit,
akar, buah, biji, getah, dan daun) sangat potensial sebagai penghasil tanin,
bahan baku
obat-obatan, sumber makanan, dan penghasil madu.
Beberapa jenis pemanfaatan sumber daya non
kayu mangrove adalah sebagai berikut:
1.
Kulit Kayu
mangrove sebagai bahan tanin
Tanin adalah
senyawa fenolik yang terdapat pada pohon yang terkonsentrasi pada kayu teras
dan kulit. Tanin dapat digunakan sebagai
bahan penyamak produk kulit (sepatu, tas, jaket, jok), bahan pencelup pakaian, bahan
pencelup jaring ikan, bahan perekat untuk kayu lapis (Plywood) dan pengawet
alami (Fungisida). Tani dapat diperoleh dengan cara mengekstrak kulit kayu mangrove dengan
air atau pelarut polar lainnya.
2. Mangrove sebagai bahan obat-obatan dan
bahan makanan
Bagian kayu, akar,
kulit, daun, buah, biji, getah secara tradisional digunakan sebagai obat-obatan,
bahan makanan dan campuran kosmetik serta. Beberapa contoh pemanfaatannya sebagai berikut :
Bagian
Mangrove
|
Penggunaannya
|
Kulit R. Mucronata
|
Menghentikan pendarahan
|
Daun R. Mucronata
|
Obat Diare
|
Air Rebusan Ceriops tagal
|
Antiseptik untuk luka
|
Kulit dan akar Avicennia
|
Meningkatkan nafsu sexual
|
Abu Kayu Avicennia
|
-Di India Sebagai bahan Campuran Sabun
-Di Philipina bahan untuk Filtrasi air laut menjadi garam
|
Nypha
|
Daunnya Bahan Atap rumah
Nirahnya Bahan
|
Buah B.
Gymnorhiza dan Sonneratia
|
-Di Bali sebagai lauk nasi (Urap), baik
untuk ibu hamil dan digunakan sebagai campuran kue
-Di Sul-Sel sebagi campuran nasi (Nasi
Cokke)
|
Buah Sonneratia
|
-Di Bali dibuat rujak dan dikenal
sebagai rujak pedada
|
Bunga Sonneratia
|
Pengahsil Madu Kualitas baik
|
Daun Hibiscus (waru laut)
|
Perawatan rambut
|
Daun Pandanus
|
Bahan Minyak wangi
|
Sumber : Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS
(Jurusan THH FAK. kehutanan IPB)
Informasi mengenai jenis-jenis resep makanan alternatif berbahan
baku tanaman mangrove dapat diakses pada Lembaga Pengkajian dan Pengembangan
Mangrove – LPP Mangrove (YAYASAN MANGROVE) Jl. Pancoran Indah III/4 Jakarta,
12780 Telp (021) 7987339. Sejak Tahun 1999 LPP Mangrove telah mempublikasikan Resep
Jenis-Jenis makanan alternatif Berbahan Baku Mangrove seperti bukunya yang
dipublikasikan pada tahun 2005 yang berjudul resep makanan berbahan baku mangrove
dan pemanfaatan nipah.
Hutan Mangrove
merupakan suatu ekosistem yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan di muka
bumi ini. Untuk dapat mencapai tujuan
yang diinginkan dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove serta menjaga kesinambungan
sumber daya tersebut diperlukan suatu perencanaan yang terpadu dan holistik
dengan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Oleh karena itu, menjadi kewajiban kita untuk
melestarikannya demi kepentingan kita bersama di masa sekarang maupun pada
masa-masa yang akan datang.
Informasi data potensi hutan
mangrove Kabupaten Sinjai,
informasi keberhasilan masyarakat Kabupaten Sinjai dalam pengembangan mangrove
secara swadaya dan informasi
pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove yang ada dan akan dikembangkan di
Kabupaten Sinjai dapat
menjadi bahan perbandingan
oleh kelompok masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pemerintah, Lembaga
pendidikan, serta pihak lain yang terkait dalam kegiatan rehabilitasi pantai
melalui pengembangan hutan mangrove berkelanjutan dan berbasis masyarakat.
Alam ini adalah
karunia Allah SWT, tanah yang subur, hutan yang menghijau, kicau burung dan air
jernih yang mengalir adalah sesuatu yang patut kita syukuri. Bila semua itu rusak maka manusia yang
menjadi penyebabnya dan manusia itu pula yang merasakan akibatnya. Semoga kita semua bukan termasuk golongan
penrusak, Save Our Mangrove. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dan
Berbasis Masyarakat. Salam RIMBA Wassalamu Alaikum Wr. Wb.